12.22.2005

Branded Friends: Who am I to you?


(Proyek Cross-Blogging Alia – Sesek)




By Alia

How many times do we judge people?
Almost every time.

And usually, we judge them first by their outer appearance.
In the first 10 seconds, we would’ve already “branded” our friends.

These days in the Internet age world,
We can find new friends from chat, blogs, mailing lists,
forums, networking sites like Friendsters, Orkut and so on.

Yet although we can’t even see our “virtual friends” appearance,
we still judge them by their “first impression.”
Their nickname, their words, their blog layout, their avatar, their pictures, their testimonials.

With that first impression, we begin to have
a certain image for our “virtual friends”.

We give them a certain “brand”.
Either a good brand or a bad brand.

For example, to me :
Laluna Maya is a Madonna. Outspoken and rebellious.
Rangga is a Fiat. Driven by Passion.
Sesek is an A-Mild. Bukan Basa Basi. :P

But those brands emerged only from first impressions.
And of course, first impressions can be deceiving.

And that goes for both the real and virtual life.

Even though people say, it’s the first impression that counts.
I say, don’t make it stick forever.

As you cannot judge a book by its cover,
You can’t also know a whole person in 10 seconds. :P

From my own experience, I learned that girls
who have the most innocent faces
are usually the naughtiest, back-stabbing girls.

And guys who are smooth-talkers, and are very confident
and act as though they are “all that”
are the worst jerks in the world.
:P

You might only know me through my words.
I might only know you through your words.

Yet as I might have branded you,
I wonder what have you branded me?



-----------------------

Note : Baca juga tulisan Sesek di blog Alia
BRANDED FRIEND: You Are What You (want them to?) See

-----------------------

12.17.2005

Apa Arti Sebuah Angka?




Dulu anak-anak PL paling suka ngebecandain anak-anak SMA negeri begini:
"SMA lo di mana?"
"SMA Tiga Empat..."
"Hah??? Nama sekolah kok pake angka sihhhh!!??"

Becandaan klasik yang kadang masih suka kebawa-bawa di kantor itu, emang kadang dirasain keterlaluan.
Tapi bener deh!
Apa sih enaknya dikasih identitas numerik begitu??? =p

Kayak Gerombolan Si Berat musuhnya Gober Bebek aja.
Gue ampe sekarang gak pernah tahu nama mereka aslinya.
Yang gue tahu "176-761" dan semacemnya.

Kayak panti pijet di kota aja. (ini kata temen gue looohhh!! =) )
"Silakan mas, mau yang nomer berapa???"
Jooooooooo'!!!
Mereka punya nama geto lowhhh!
Masih lebih beradab Mitra Sehat di belakang kantor deh...(he he he ya iyalah!)

Kebayang gak sih misalnya Liga Sepakbola Indonesia timnya dikasih nama numerik.
"Baiklah pemirsa, sebentar lagi kita saksikan pertandingan seru antara PS Satu melawan PS Tigabelas.."
Sumpah mampus gak kebayang gue!

Belum lagi soal konotasi strata yang berbeda.
Nomer 1 pasti dianggap strata tertinggi dibanding nomer 139, misalnya.

Atau masalah angka-angka tertentu yang dianggap membawa sial kayak angka 4 di kepercayaan orang cina dan 13 di kepercayaan orang bule.
Pasti entar bakal perlu angka 3B dan 12B kayak di lift-lift gedung bertingkat..
(Gue yakin SMAN 4 Gambir gak ada satupun siswanya yang cina! He he he)

Memang angka kadang terasa jauh dari hal yang manusiawi.
Janji 50% di awal ternyata faktualnya di atas 100% kenaikan BBM, buat SBY-JK dan tim ekonomi geblegnya sih cuman soal itung2an di atas kertas.
Tapi buat rakyat kecil itu adalah hunusan belati di leher yang maju setiap detik.

Data BPS soal jumlah keluarga miskin yang nerima bantuan kompensasi BBM mungkin cuman keliatan sebagai chart yang bentuknya sering gue pelototin di powerpoint--yang kalau salah sasaran tinggal di bilang "Wah maap kami salah sasaran"
Padahal mereka adalah indvidu-individu bernyawa yang rela meregang nyawa atau mengancam nyawa demi kebagian jatah.
(Yang masih pula dipalakin ama Mendagri Rp 50/liter minyak tanah!!! Biadab lo Ma'ruf)

Coba bayangin misalnya Chart di BPS itu dibentuk dari nama-nama orang misalnya Mbah Surip, Bik Supi, Yu Narti, dst. Mungkin itu bisa bikin orang BPS lebih ati-ati supaya gak salah sasaran, karena ngebayangin muka-muka mereka yang renta dan butuh bantuan.

Atau nama-nama SMAN-SMAN jadi SMAN Bulungan, SMAN Mahakam, SMAN Daha, SMAN Pondok Labu, SMAN Setia Budi dst. Daripada mereka suka nambahin nama lokasi sekolah mereka di belakang angkanya..

Tapi nyatanya ada juga angka yang sangat dekat dengan manusiawi.

Misalnya togel.
Kurang manusiawi apa coba, angka-angka yang selalu dioprek-oprek tukang ojek, tukang becak, dan orang-orang kecil lain itu? Sampe-sampe kadang bikin mereka percaya sama coret-coretan orang gila. Atau ngeramesin mimpi-mimpi. Bahkan sampe percaya no polisi mobil yang tabrakan bakal jadi nomer yang keluar..(hik..hik..)

Buat gue sendiri ternyata 5 Desember kemaren membalikkan semua pengecilan arti sebuah angka yang selama ini selalu gue anggap menidakmanusiawikan segala hal.

Mungkin angka 1 di atas kue saat itu,
buat orang lain, hanyalah sebuah lililn yang harus ditiup Naia,

Tapi buat gue,
itu adalah simbol rangkaian sensasi kebahagiaan
yang gak akan pernah bisa dibagi dengan orang lain,
--kecuali orang lain itu ngalamin sendiri...

Selamat telah melangkahi tahun pertama dalam hidupmu, bidadariku...




Terinspirasi oleh: Gandhi Soeryoto's "Lali rupane, kelingan rasane" =)


Komputer rumah yang kibordnya digelendotin Naia terus
101205
Muah! Muaahh!! CBBBAK!!

12.13.2005

Robur






Pernah punya imaginary friend?

Selama ini gue mikir pasti tiap orang punya.
Paling tidak, gue punya.
Namanya Robur.
Gue ambil namanya dari salah satu judul Album Cerita Ternama.
(masih ada gak ya majalah keluaran Gramedia ini?)

Sosoknya si Robur ini dalam bayangan gue sama seperti gue.
Cuman dia lebih cakep.
Lebih atletis.
Lebih pinter begaul.
Lebih putih.
Nggak Polio.
Singkat kata dia adalah bentuk sempurna dari seorang Sesek.

Robur hidup sampe sekitar gue lulus SD.
Abis itu hilang entah ke mana.
Meskipun fantasi tentang bentuk sempurna seorang Sesek tetap hidup.

Bahkan sesekali fantasi itu pun masih muncul di kehidupan gue sekarang .
Kadang menjadi seorang pesepakbola Indonesia yang tiba-tiba terkenal di usia tuanya.
Menjadi sang maestro yang membawa Indonesia disegani di kancah dunia.
Selevel dengan Zidane, Raul, Gerrard, Sheva, Lampard, dan Beckham.

Kadang menjadi penulis sitkom sukses, yang enggak SO WHAT GETO LOWH. =)
Sejajar sama Candace Bushnell atau Martha Kauffman.

Ah itu kan ekses psikologi ala Freud!
Di saat keinferioran seorang bocah, dia merasa perlu berlindung dengan tokoh sempurna ciptaannya.
Di saat ngeliat kebobrokan PSSI dengan ketua umum bandit, ketua KONI nan bodoh, dan semua sinetron yang selalu ada adegan kuburannya,
kita merasa perlu menciptakan perisai dengan fantasi-fantasi tolol.

Entah bagian mana lagi dari kehidupan yang perlu kita tamengi dengan fantasi?

Mahalnya elpiji-bensin-minyak tanah--yang subsidinya dikurangin tapi malah ditambahin pungutan?
Kelaparan dan busung lapar di halaman rumah kita sendiri?
Terpuruknya industri advertising yang sekarang getol PHK2an?
Terpuruknya Olahraga kita bahkan di level Asia Tenggara?
Billing statement Kartu Kredit yang dateng bertubi-tubi? =)

Pertanyaannya,
sanggupkah tameng ini melindungi kita?
Di saat kita (seharusnya) sudah dewasa, realistis, dan berpikir rasional?

"Robur, di manakah dirimu....?"
Gue berbisik dengan lirih....


Meja XCR pojok lantai 2 samping banci
131205
blink.blank.bloop.