6.30.2006

Kiprah Para Pengadil





Ada kisah kocak di jaman gue SMA.
Di PL itu ada aturan yang tidak tertulis (atau jangan2 di semua SMA?) bahwa kalo ada murid yang 2 kali berturut2 veteran, dia langsung dikeluarin dari sekolahan.
Cuman ada satu orang yang gak kena itu.

The Living Legend itu bernama Moh. Slamet Darmadjaja alias Memet.
Dia ketika gue kelas 3 SMP, dia udah di SMA kelas I.
Karena veteran dia jadi angkatan gue pas gue masuk SMA PL (rese banget pula pas ospek)
Pas gue naik ke kelas 2 SMA, dia lagi-lagi veteran.
Dan entah apa yg ada di benak Bruder Michael a.k.a Benyek, kepsek gue, yang pasti Memet dikasih kesempatan 1 tahun lagi.
Mungkin karena melas.
Atau karena ngeliat keteguhan hati Memet yg begitu cinta PL( padahal udah gak dinaikin 2 kali...Ha ha ha...)

Tapi pasti bukan atas pertimbangan yang sama, makanya Graham Poll ngasih tiga kartu kuning ke Josip Simunic, back Kroasia pas pertandingan terakhir sekaligus penentuan di grup F, antara Kroasia vs Australia.

Poll, yang terkenal bagus kalo mimpin pertandingan di EPL, akhirnya gak bakal dipake mimpin pertandingan sisa dari sejak perempat final, dan dia mutusin retired dari pertandingan internasional.

Bruder Michael dan Graham Poll adalah para pengadil yang bekerja di bidangnya masing-masing.
Kekuasaannya di lapangan atau di sekolah adalah absolut.
Apapun keputusannya, hasil gak mungkin diubah.

Tapi toh mereka ngejalanin perannya karena ada aturan yang ngatur.
Toh mereka tetap manusia yang bisa bikin kesalahan.
Mereka bisa dievaluasi dan diberi hukuman kalo bikin kesalahan.
Hukuman yang diberikan atas dasar semangat dan keinginan untuk menjadi lebih baik lagi di masa depan.

Tapi memang Sepakbola adalah sebuah potret mikro sebuah negara.

Tengok dunia sepakbola kita .
Wasit berbuat salah gak dihukum.
Pemain dikasih kartu, wasit digebukin.
Pemain dihukum, tapi langsung hukumannya diputihin.
Ketua PSSI nya jadi kriminal, dicuekin.

Lihat Republik ini.
Hakim memihak, malah dibela.
Hakim korupsi, justru dilindungi.
Pelapor korupsi, terus diintimidasi.
Hakim Agung bisa memperpanjang pensiun sendiri.
Diperiksa gak mau.

Jadi ya sudahlah.
Gak usah ngarep wasit dievaluasi, pemain salah dihukum.
Wong ketua PSSI nya udah jadi narapidana aja gak diturunin.
Wong ketua KONI nya aja lebih sibuk sama network media dan cucu gelapnya.
Belum lagi bentar lagi bakal jadi calon gubernur DKI.

Gak usah ngarep wasit kita bisa adil.
Wong ketua Mahkamah Agung yang harusnya jadi juragan adil aja gak bisa adil.
Wong pegawai MA aja bisa disuap apalagi kok wasit.

Mending ngarepin Ronny Patinasarani dan Danurwindo bisa lebih BERANI memprediksi hasil. Daripada cuman sok menganalisa permainan dengan analisa standard. Beda ama komentator politik dan hukum yang jauh lebih BERANI teriak---- meskipun tanpa hasil!

Atau mending ngarep Graham Poll pensiun wasit ikut fit and proper test jadi Ketua MA?

Sak karepmu....
Kalo gue mending ngarepin Zidane melakukan tarian indah pencetak gol sebagai penutup manis karirnya.

Pritttt! Pritttt! Prittttt!!





Meja di Adwork dengan kalendar Tiara Lestari di meja.
070706
Prit!! Priiiiitt! Pret!

6.10.2006

Football-Freak Harrasment





.........


(Ini speechless. Jangan dibaca "Titik titik titik titik"!!)




Meja di ruang tim GG Adwork kena AC.
100606
Koma. Koma. Koma