8.19.2015

Nasionalisme Sehari.
Nasionalisme Harian.




Sang Saka Merah Putih ditarik melebar.
Nafas yang tadinya tertahan, terhembus lega.
Sakit perut akibat cemas bendera terpelintir pun hilang.
Teriakan komando menghormati Sang Saka Merah Putih pun terdengar, diikuti lagu Indonesia Raya mengiringi.

Sang Saka perlahan-lahan bergerak ke atas, seolah-olah membumbung bersama segenap rasa nasionalisme di seluruh penjuru negeri.

Di sudut-sudut kota sorak sorai, tawa, keringat mengiringi naiknya para pemanjat pinang, pemakan kerupuk, dan pelomba lain-lain.

Puja-puji nasionalisme berkumandang di segenap media sosial dengan berbagai hashtag dan juga hashflag.

Kita bergembira.
Kita bersorak-sorai
Kita bernyanyi-nyanyi hingga pesta mencapai puncaknya.

Lalu 18 Agustus, pesta itu usai sudah…

Menyisakan sampah-sampah.
Menyisakan kelelahan.
Menyisakan sedikit euforia…
dan mungkin sedikit nasionalisme.

Nasionalisme yang perlahan-lahan terlupakan.
Ditelan keseharian.
Ditelan kemacetan.
Ditelan target pencapaian.
Ditelan perdebatan.
Entah soal moge atau sepeda.
Entah soal Parade Tauhid atau Islam Nusantara.
Entah soal calon tunggal atau calon perseorangan.
Entah soal dollar atau yuan.
Entah soal Menko atau Wapres.

Bulan ini.
Bulan depan
dan seterusnya, kita menunggu setahun lagi untuk menemukan nasionalisme baru lagi di tujuhbelasan berikutnya.
Nasionalisme sehari.
Nasionalisme tujuhbelasan.

Padahal para pahlawan pendahulu kita tidak berhenti berperang dan berjuang meski proklamasi sudah berkumandang.

Mungkin sudah saatnya kita akhiri nasionalisme tujuhbelasan sehari itu.
Mungkin sudah saatnya kita menjadi nasionalis di keseharian.
Berjuang menjaga hal baik seperti kesehatan, kecerdasan, kemanusiaan.
Memerangi musuh-musuh seperti kemiskinan, kebodohan, kemalasan, keserakahan.
Merdeka dari semua hal yang menghambat kita untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Mungkin sudah saatnya setiap hari kita anggap sebagai tujuhbelasan…

Mari menjalankan #365HariMerdeka...

---

"Kita tetap setia,
tetap sedia
mempertahankan Indonesia"

- Hari Merdeka  ~  H. Mutahar (1946)


190815
Ruang Umpel2an Dirs #NRD2RDO.
Setia? Sedia? Seperti Sedia Kala.

7.03.2015

#DwidayaTourTripToAussie #1:
Menguji Kejantanan di Australia (part 2)


Uji kejantanan di Australia pun berlanjut. Siang itu abis jalan sampe jompo nyusurin garis pantai sampai ke Bondi Beach, kita leyeh-leyeh sambil lunch di The Bucket List. (Anjir pas nulis ini gue lagi puasa jam-jam kritis langsung makin berasa laper keinget makanan di situ… :D )
Kelar leyeh-leyeh inilah kejantanan kami diuji dengan naik motor gede! Yes Harley-Davidson lah, apalagi?
Tapi ya karena gak mungkin semua peserta tour naikin sendiri, makanya ya cuman diboncengin. (Gayanyaaaa kayak gue bisa naik motor Harley ajaaaaa :D). Masalahnya kalo jatoh atau lecet motornya, suruh ngganti pan sedeng jugaaaaaa :DD.
Jadilah kita beramai-ramai diboncengin tour keliling Sydney selama 1 jam dan berakhir di hotel kita ParkRoyal Darling Harbour. Seru gilaaaak.








Ini sebenernya bukan uji kejantanan sik. Meski posisinya menyeluncurnya lumayan tinggi, terutama buat gue yang agak fobia ketinggian, sandboarding ini lebih tepat jadi uji keseruan. (Apalagi kalo dibanding tingginya Sydney Bridge climb ituuuu).
Lokasi Sandboarding ini di Port Stephen Sand Dunes. Sebenernya selain sandboarding juga ada 4WD ride, tapi waktunya mepet jadi kita cuma sandboarding. Kita dikasih jatah waktu satu jam sepuasnya sebisanya meluncur beberapa kali. Problemnya, naik ke posisi atasnya itu yang capek juga. Nanjakin pasir gitu pan berat yak. Gue pun akhirnya cuman sanggup 4 kali. Satu yang rendah 3 kali yang tinggi. Konon pernah ada yang dalam sejam 30an kali. Udah gila orang itu hahahaha…






Pas pertama denger kita akan nyemplung di kolam hiu dan ikan pari, yang langsung kebayang adalah Steve Irwin almarhum dan film Jaws. Belum-belum gue udah ngeper duluan. Ini bener-bener uji kejantanan gue mikirnya gitu. Kalo cuman naik motor gede atau naik-naik di ketinggian tertentu mah ya gitu aja, ini pan ketemu “pembunuh!”.
Iya tauk ah, temen-temen gue yang diver pasti protes dengan cap itu.  Tapi ya namanya orang takut mah ya takut aja pan?
Tapi ternyata kita ketemunya sama anak-anak hiu dan ikan parinya yang buntutnya aman. Kita nyemplung di kolam pake suit khusus gitu trus ngasih makan dan bisa nge-puk-puk  dan ngelus mereka. 
Serruuuuuu…


Begitulah keseruan uji kejantanan di Australia. Apakah pulang-pulang kita semua merasa jantan? TENTU TIDAK. Tapi merasa seru dan gagal move on aja sik. Hahahaha…

---

#DwidayatourTripToAussie terselenggara atas kerjasama Destination NSWQantas dan Dwidayatour

6.27.2015

#DwidayatourTripToAussie #1:
Menguji Kejantanan di Australia (part 1)

“you can judge people by their bathroom”

Entah kenapa gue adalah orang yang percaya dengan ungkapan itu.
Meski gue gatau ungkapan itu aslinya emang ada atau enggak, karena ya baru gue bikin sesaat sebelum nulis postingan ini.

Hahahaha…

Etapi beneran.
Kayak misalnya pas gue masuk kamar hotel, yang pertama akan gue cek adalah kamar-mandinya. Kalo kamar mandinya oke, biasanya yang lainnya langsung bisa dengan mudah gue terima.

Tapi selama seminggu gue ikut #DwidayatourTripToAussie sik Alhamdulillah ngicipin 4 hotel berbintang jadi gak perlu pake ngintip kamar mandinya dulu. Karena udah pasti oke lah yaaaa.
Dua malam pertama kami nginep di Mercure Sydney, lalu dua malam di ParkRoyal Darling Harbour, kemudian semalem di Crowne Plaza Hunter Valley dan malem terakhir di Blue Oaks Hotel & Resorts di Nelson Bay, Port Stephens.


Mercure letaknya di pusat kota cukup strategis tepatnya di George Street, Ultimo, sekitar 20 menit dari bandara. Gak heran banyak dipake sama air crew maskapai2 luar untuk nginep. (Iya di lobby banyak ketemu mbak-mbak pramugari J )

Belakang hotel ada terminal bis dan juga stasiun kereta. Di sekitar hotel pun ada beberapa fast food kayak KFC, McD dan juga café-café dan bar-bar. Malam pertama gue sempet ketemuan sama Yance temen SMA yang udah hampir seperempat abad gak ketemu. Kita jalan kaki dan ngebar di sekitar situ.

ParkRoyal Darling Harbour ini hotel bagus dan gak jauh sebenernya dari Mercure, jadi di pusat kota juga. Jalan kaki dikit udah sampe di Darling Harbour jadi kalo ke lokasi Vivid Sydney pun juga gak jauh. 

Di samping hotel ada Bistro & Bar kecil namanya Abode. Gue sama Ariev sempet ngupi2 cantik janjian sama Bli Adit @commaditya di situ. Di hotel mereka nyewain sepeda juga, jadi kalo males jalan --seperti layaknya turis-turis Indonesia yang males jalan, bisa ke mana-mana naik sepeda karena dari situ itungannya gak terlalu jauh ke mana-mana. Pun jalanan Sydney sangat bersahabat sama sepeda, jangan bayangin kayak Jakarta :D. 

Meski itungannya ya mayan mahal sik sewa sepedanya... 

Crowne Plaza Hunter Valley, itu hotel yang seru. Letaknya memang bukan di Sydney tapi di Hunter Valley, sekitar 2 jam perjalanan darat dari Sydney. Tempatnya tuh di tengah-tengah kawasan perkebunan anggur. Selain hotel mereka juga punya resorts, jadi arealnya tuh luassss banget. Gue, Yulia (PR-nya Dwidaya), Rianti & Cas sempet sepedaan malem-malem berempatan. Di tengah angin dingin winter gitu, sok-sokan. Di sini sewa sepeda gratis jadi bebas mau pake kapan aja. Sayang karena bukan peak season areal resortnya sepi jadi ya spooky juga!

Blue Oaks Hotel & Resort ini letaknya di Nelson Bay, kota kecil sebelah utara Sydney kira-kira 2,5 jam perjalanan. Nama wilayahnya Port Stephens. Asli kotanya kecil banget.  Jam 9 malem udah kayak kota mati di komik-komik Lucky Luke gituh. Tapi memang gak usah di kota kayak Nelson bay ini, sebenernya Sydney pun toko-toko tutup jam 6. Biasanya yang masih buka tinggal bar dan fast food resto aja.

Tapi hotelnya asik. Meskipun ada di kota kecil tapi kamarnya oke, poolnya pun memanjang ngelewatin kamar-kamar gitu. Sayang kita gak punya cukup waktu untuk ngerasain poolnya... (gaya lo Seeeeq... kayak bisa berenang ajaaa)

Lokasinya pun deket dari KFC dan McD, dan juga supermarket Wollworths. 

Oke balik ke soal kamar mandi.
Ada satu hal yang menarik perhatian gue selama di Australia, yaitu soal toilet umum di sini. Urinoir alias tempat laki-laki buang air kecil di sini, kondisi antar “pelaku” sebelah-bersebelah rata-rata tak berpartisi. Baik yang bentuknya “berjemaah” kayak tempat wudhu, maupun yang individual. Desain urinoirnya memang cenderung eksibisionis. Memungkinkan “antar pelaku” pipis saling mengintip lawannya. :DD

Oleh karena itulah gue berkesimpulan, para laki-laki Aussies pada dasarnya suka saling menguji kejantanan. Dan bisa jadi itu diawali dengan kompetisi di toilet, saat pipis. :D
Meski mungkin itu kesimpulan yang naif bin tolol, tapi gue setengah percaya dengan kesimpulan gue sendiri.

Apalagi  ketika menjalani beberapa aktivitas yang ada di itinerary selama seminggu trip. Makin jelaslah betapa banyak uji kejantanan yang terjadi di Aussie. Padahal dari 14 peserta trip, laki-lakinya cuman 3 orang: Cas Alfonso (Suami Rianti Cartwright), Ariev Rahman, dan gue. Tapi perempuan-perempuannya ternyata juga pada jantan2! :D

Sydney Bridge Climb

Di Path dan Facebook gue menulis panjang lebar soal ini. Soal fobia ketinggian gue dari kecil. Mungkin buat yang gak temenan di Path/FB, gue coba copas di sini:


Bayangin aja, udah gue salah satu dari  hanya dua laki-laki peserta Bridge Climb, eh paling gede pula badannya, tapi paling ndredheg pas manjat! Tapi uji kejantanan melawan fobia ketinggian memang pantas dan terbayar sik. View dari atas jembatan itu bener-bener bagus. Gak heran selebriti-selebriti internesyenel pun pada nyobain juga.


Malah kata leader kita, Alessandro, dia baru beberapa hari lalu nganter satu tim Tottenham Hotspurs naik, termasuk Harry Kane. Leader kita kebetulan org Aussie berdarah Italia dan sama-sama fans Liverpool kayak gue. Jadi kedatengan pemain2 EPL berasa surreal banget buat dia hahaha. Emang kebetulan di beberapa minggu itu Spurs dan Chelsea tour ke Sydney main lawan Sydney FC.

(to be continued)

---

#DwidayatourTripToAussie terselenggara atas kerjasama Destination NSWQantas dan Dwidayatour


4.01.2015

Kelas Menengah Ngehek Berburu Tiket Libur Murah



Dulu suka gak abis pikir kalo denger temen ngebela-belain ke travel fair.
Gue selalu bilang,
“yailah emang promo via online aja masih kurang murah apa ya?” .
Lagian kalo travel fair kan yang ikut perusahaan-perusahaan travel yang jualannya tour.
Gue kan nyarinya tiket pesawat murah doang.

Sebagai laki-laki berjiwa ibu-ibu yang kalo belanja bulanan suka ganti produk cuman gara-gara iming-iming diskon atau bonus sabun colek, lama-lama penasaran juga. Apalagi temen yang kebetulan kerja di travel agent bilang bahwa kalo lagi travel fair gitu emang beneran murah banget. Karena yang di-sale itu adalah tiket-tiket jatahnya travel agent-travel agent, khususnya pas low season. Jadi emang asli bahkan lebih murah daripada beli online langsung dari maskapainya.
Meski masih setengah gak percaya, gue dateng juga hari Jumat kemaren ke ASTINDO Fair di Hall C JIexpo Kemayoran. Sekalian ngecek-ngecek ombak kali aja ada deal menarik bisa dipake buat outing kantor.... #NRD2MANA #kode
Ternyata emang bangkek banget murah-murahnya!
Dan anggapan bahwa travel itu cuma punya paket-paket tour itu salah banget. 
Mereka juga punya penawaran-penawaran murah tiket pesawat dan tiket hotel aja.
Gak harus tour.

Itu ke LA, USA, tiket PP-all in termasuk fuel charge dan tax pake Eva Air cuma kena USD 981. Ke Europe pake Emirates PP all-in USD 771. Gue cuma bisa ngowoh aja karena udah kadung set liburan keluarga di Mei. (Eh apa buat pergi lucu-lucuan #NRD2GO sebagian kantor aja ya?)




Pas lagi bengong-bengong di situ tiba-tiba di booth Dwidaya ada kehebohan semua teriak “Happy Hour! Happy Hour!” terus ada mbak-mbak yang keliling bawa tulisan Happy Hour.

Ternyata khusus sejam itu, yang beli tiket destinasi internasional mana pun dapet cashback 20 USD. PER TIKET LOH!
Njirrrr….. Gue dah gemeter megangin dompet karena gue blom gajian (iyeeee gajian kantor gue tanggal 28-nya hih!).

Huhuuuuu….

Tapi  kelemesan gue gak berlanjut setelah tahu ternyata Dwidaya juga akan buka booth di GaTF (Garuda Indonesia Travel Fair) tanggal 3-5 April di JCC Senayan. Horrreeeee kalo tanggal itu udah gajiaaaaan!!


Udah gitu ternyata gue baru tahu, kalo lagi ada travel fair kayak gini tuh sebenernya kita bisa beli secara online atau ke gerai travelnya-- misalnya dwidayatour.co.id --dan akan dapet harga yang sama selama masih dalam periode waktu travel fair itu.
Jadi gak perlu ke travel fairnya pun bisa!
Tapi emang kalo ke travel fairnya bisa dapet tambahan diskon2 atau cashback2 kayak contohnya happy hour tadi, kan lumayan jugaaaa yak?
Yah pilihan aja sik.
Repot dikit dapet diskon banyak, gak repot juga tetep dapet murah. :)

Kalo mau info detail penawaran-penawaran dan bonus-bonus menarik dari Dwidaya bisa follow akun twitternya juga @dwidaya_tour atau cek hestek #LiburMudahMurah.

Yuk cuuusssss!





2.12.2015

KAPAN KAWIN?
Mari Menertawakan Diri Sendiri.



(c) @KapanKawinMovie
Gue bukan pengamat film.
Bukan juga penikmat film.
Jadi ini bukan review film.
Gue nulis cuman karena  sutradaranya temen baik gue aja.

mwahahahahahahak!

Tapi dari semua filmnya yang gue datengin premiernya –gue gak pernah putus nonton sejak nonton film keduanya dia yaitu “Alexandria”,  baru kali ini gue niat nulis soal filmnya.  Mungkin karena gue ngerasa film terbaru dia ini layak ditonton banget.


Gue kenal Ody C. Harahap dari sejak kecil.
Bahkan dari jaman dia blom dikasih panggilan Ochay.
Iya, kita teman sekelas pas kelas 1 &  2 SMP.
Kita temenan lanjut terus sampe gede, biarpun SMA dan kuliah gak barengan.
Jadi kalo ada ungkapan “Heh! Gue tauk kecil looooo!”
Nah dalam kasus pertemanan gue & Ochay, emang iya kondisi itu beneran terjadi. :D

Dari dulu kita berdua paling seneng becanda-becanda goblok --terutama dengan bahan joke yang ngetawain diri sendiri.
Ngetawain kebodohan-kebodohan kita.
Ngetawain nasib-nasib sial kita.
Ngetawain hal-hal lain-lain dalam diri kita.

Pernah suatu masa kita punya teman yang lucu, tapi sayangnya sering banget joke-nya nyela-nyelain orang lain.
Gue sama Ochay ngebahas, bahwa joke kayak gitu itu ya lucu juga sik, tapi… kok agak sedikit gimana gituuuuuh.
(pengen bilang “gak etis” tapi kok kayaknya terlalu berat yak? :D )

Malam itu (5/2/2015)
Ochay ngebuka premier pemutaran filmnya dengan mengolok-olok industrinya sendiri.
Industri film.
Dia bilang filmnya itu film art.
Film festival.

“Siapa tahu bakal dikirim ke Berlin kan? Wah ada Joko pula neh…” kata dia sambil nunjuk ke Joko Anwar yg memang “biang kerok” soal ricuhnya pengiriman delegasi ke festival film di Berlin.

soal kasus ricuh itu bisa dibaca di link-link:


Satu bioskop ketawa.
Karena memang isinya kebanyakan teman-teman satu industri film.
Mereka tahu olok-olok Ochay ke industrinya.
Dan mereka sadar bahwa mereka sendiri ada di “pusaran” itu.
Apalagi sih yang bisa dilakuin sama seseorang ketika elo gemes dengan suatu kondisi, tapi lo gak bisa ngapa-ngapain?

Ya ketawa aja lah.

Itu jugalah yang terjadi saat kita nonton film "Kapan Kawin?" Itu sendiri.

Tadinya gue pikir frasa “Kapan Kawin?” akan jadi bagian dialog yang berulang-ulang di adegan-adegan di dalamnya.
Frasa yang jadi frasa wajib di acara-acara keluarga dari mulai lebaran, arisan, sampai nikahan dan jadi momok para jomblo, tadinya gue pikir akan dieksploitasi sama Ochay sebagai sumber-sumber kelucuan.

Tapi ternyata enggak.

Cerita meluncur dengan sangat mulus.
Dari depan sampai belakang.
Melalui joke-joke segar, kita dipaksa ngetawain diri sendiri.
Ngetawain lingkungan kita sendiri.
Ngetawain kultur kita sendiri.
Ngetawain pola-pikir pola–pikir kita sendiri.
Ngetawain diri sendiri --dengan sedikit perih, karena kemudian sadar bahwa kita sering banget menerapkan standar bahagia melalui kacamata orang lain, bukan dari kacamata kita.

Sesekali Ochay juga ngetawain industrinya (lagi) dengan mengeksploitasi karakter Reza Rahardian yang di film itu berperan jadi Satrio, seorang aktor-- yang notabene adalah bagian dari industri film.
Ketengilan-ketengilan yang over-akting tipikal seniman.
Kontradiksi-kontradiksi tipikal industri film, seperti soal Inferioritas – Superioritas antara Film vs Sinetron.
Hal itu semua muncul lewat dialog-dialognya yang segar.
Beberapa dialognya pun meski ringan, cukup cerdas, gak bertele-tele dan quote-able--sebuah hal yang baru gue temuin di film Ochay kali ini.

(c) @KapanKawinMovie

Dialog-dialog yang kemudian waktu kita pulang ke rumah, bisa nyisa sedikit jadi sebuah perenungan.
Bahwa gak ada satupun orang di dunia ini yang berhak bilang bahwa kita tidak bahagia, kecuali diri kita sendiri.

Bahwa gak ada satu orangpun yang berhak menentukan siapa pasangan hidup yang pantas buat kita kecuali diri kita sendiri.

Toh pada akhirnya kita sendiri yang akan ngejalanin berdua, menembus pasang surutnya kehidupan.
 
Kita sendiri yang akan ngejalanin berdua, ngelewatin naik turunnya jalan kehidupan.
 
Kita sendiri yang akan berdansa berdua, meliuk-liuk di tengah licinnya kehidupan.

Jadi berbahagialah buat kita yang udah nemuin.

Yang belum?
Yang udah nemuin terus ilang lagi?
Ya udahlah ketawa-ketawa aja yuk –sambil nonton film ini.
:)


---



"When we dance,
angels will run
and hide their wings"

- When We Dance  ~  Sting (1994)


120215
Ruang Umpel2an Dirs #NRD2RDO.
Kapan? Kapan? Kapan-kapan.