Suara yang muncul belakangan. Berbunyi membelakangi nalar. Yang tak pernah didengar. Samar. Lamat-lamat. Lama-lama hilang.
4.25.2004
Bebas
Itu nama tendangan, di mana pemain boleh nendang tanpa boleh direcokin sama pemain lawan, dalam radius tertentu.
Coba aja kalo berani ngerecokin…
Mau pilih dipelototin muke seremnya Collina atau ditonjok Yonas Sawor?
Itu kondisi ideal sebuah jalan dengan embel2 kata “hambatan”.
Yang harus lo bayar dengan duit sekian perak, supaya elo bisa ngelewatinnya.
Peduli setan elo ke-alangan sama demo di depan MPR / DPR.
Atau kejebak banjir setinggi setengah ban di depan pintu keluarnya.
Bayar ya bayar…
Bebas hambatan gak bebas hambatan mah, urusan lo….
Itu teriakan lepas seorang Iwa K.
Yang berharap bisa ninggalin beban di hatinya.
Melayang dan melayang seperti January C.
Biarpun itu artinya make ganja di Lembang dan ke-gap polisi pula.
“Kapan dong pak saya dibebasin…?”
Itu jargon andalan OrBa yang biasanya diikuti kata “bertanggungjawab”.
Situasi penuh kemunafikan dan hipokritisme.
Yang kata Hartono penuh kenostalgiaan.
Kalo elo Hartono Dewa Mucikari mah gak pa-pa…
LO KAN HARTONO BEKAS KASAD!!
Setan….
Itu kondisi di mana lo gak perlu keluarin duit!
“Gretong” kalo kata banci-banci selebritis nanggung.
Ha ha ha ha… masih percaya ada yang gratis di dunia kita hari gini…??
Penampakan itu mas..!!!
Penampakan…!!!!
Tik tok tik tok tik tok… 03.00
(Gambar direkam dengan kamera infra merah)
13 tahun yang lalu, gue percaya banget akan menikmati kebebasan.
Bisa nginjek tempat yang namanya kampus.
Bisa pake baju tanpa badge atau flanel kotak-kotak (itu juga setengah bebas kan?).
Bisa berambut gondrong tanpa harus kejar-kejaran sama bruder tiap ulangan umum.
5 tahun lalu, gue percaya…. ngos-ngosan gue untuk ngelarin kuliah di titik darah penghabisan, bakal berujung sebuah cahaya terang bernama “bebas”. Gak perlu dengerin omelan positif penuh kasih sayang. Gak perlu lagi nangkring tanpa juntrungan di warung Ibu.
4 tahun lalu, gue percaya. Industri yang gue masukin adalah industri dengan kebebasan. Bebas mikir. Mau pake kepala atas atau kepala bawah yang penting output. Mau mekcun atau idealis. Terserah. Tergantung lo mau jadi kapitalis atau surrealis?
3 bulan yang lalu, gue percaya. Mahligai yang gue tapakin adalah sebuah kendaraan yang bakal gue kendarai bak Tommy Makkinen dan Navigatornya. (Tommy Makkinen mana mungkin naik Atoz kreditan, Seeekkkk!!!—suara hati). Mau belok kiri atau kanan terserah kita berdua. Mau nyebur jurang atau masuk finish, tergantung kesepakatan kita.
1 menit yang lalu, gue percaya.
Kata “bebas” itu gak pantas jadi kata.
Pengen rasanya gue robek dari kamus Peter Salim atau WJS Purwadarminta.
Biar anak cucu gue gak pernah baca dan mengenal kata itu.
Sehingga gak berharap banyak dari arti leksikal-nya.
Seperti gue yang udah tua tapi masih terlalu naif ini…..
KKK (Kamar Komputer Kontrakan)
250404
Nadir harga diri