10.20.2014

Siap Kalah dan Cepat Move On.




Dua weekend lalu, sekolah Nakwedok ikutan lomba paduan suara yang diadain di daerah Kelapa Gading.
Iya betul.
Kelapa Gading… daerah yang sangat bersyukur gak lagi jadi bahan celaan, ketika Bekasi sedang dibully hahaha…

Benernya tahun lalu sekolah Nakwedok pun udah ikutan lomba paduan suara ini.
Dapet juara 2, yang kemudian berhak tampil di PPHUI.

Tahun ini nyoba lagi.
Kebetulan weekend itu gue dipinjemin New Serena sama Nissan Indonesia, buat test drive.
Lumayan… jadi perjalanan ke daerah antah berantah itu pun gak terlalu berasa karena ngerasain #SerenaExperience.
(Abis ini kayaknya gue babak belur dikeroyok anak2 Kelapa Gading….)

Naklanang seneng banget naik New Serena.
Saking senengnya dengan kabin yang lega banget, jadinya asliiii kayak bocah gak pernah naik mobil.
Pindah-pindah terussssss, dari baris tengah ke baris belakang.
Bolak-balik.
(Sampe di video yg gue share di FB, diprotes temen karena anak2 gue pada gak pake seat-belt … duh)



Tapi emang menarik banget ini mobil.
Karena di New Serena itu arm-rest, yang sekaligus console-tablenya, bisa dipindah2 ke row seat depan sama row seat tengah (ada relnya).
Jadi kalo pas di row seat depan, maka row seat tengahnya jadi captain seats.
Sebaliknya kalo pas ditaroh di row seat tengah, ya row seat tengahnya jadi three-passangers seat.

Itulah makanya Naklanang bludas bludus.
*tepok jidat*

Tapi itu gak berlangsung lama karena baru setengah jalan ke Gading, Naklanang udah tidur duluan. Jarang banget padahal siang-siang gitu dia bisa tidur di mobil.  Mungkin mobilnya terlalu nyaman.

Agak amazed juga gue, karena di tol sempet lari 120 km/jam stabil banget dan emang nyaman banget gak goyang, mungkin makanya Naklanang cepet pules.
(meski sambil diriwilin sama bini: “jangan ngebut-ngebuuuut”  :D )






Alhasil kita jadi agak kecepetan sampe, sehingga giliran sekolahnya Nakwedok tampil pun belom mulai.
Gue akhirnya muter-muter dulu nunggu Naklanang bangun -__-

Penampilan sekolah Nakwedok sendiri pas lomba cukup lumayan, meskipun menurut pengamatan gue sendiri sik, ya bukan yang paling bagus juga.
Tapi yang pasti gak malu-maluin.
Bener aja.
Pas pengumuman mereka ternyata gak masuk final, karena gak masuk tiga besar.



Gue tanya ke dia.
“Sedih gak, kalah?”
“Gak tuh biasa aja… “
Dan memang keliatan dia biasa aja, malah langsung ngajak jalan-jalan lagi, belom mau langsung pulang.

“Tau gak Pa, tadi peserta no 3 yang cewek main piano itu kan nangissssssss, pas pengumuman dinyatakan mereka gak lolos. Kasian banget deh aku liatnya”
“Makanya Nai, kamu tuh hebat. Papa bangga, karena kamu tuh ternyata bisa cepet move on. Siap menang dan siap kalah, gitu..”

Nakwedok cengengesan doang denger dipuji-puji gitu.

Panteslah gue bangga.
Karena mental siap menang dan siap kalah, lalu kemudian cepat move on itu, ternyata gak semua orang punya.

Apalagi baru-baru ini setelah pilpres selesai, kita rakyat disuguhi oleh perilaku politisi-politisi  dan pendukungnya yang mempertontonkan mental yang gak siap kalah dan terus menerus menebar kebencian dan energi negatif yang ujung-ujungnya bikin keresahan dan perpecahan.

Betapa ruginya negeri ini ketika polarisasi yang terjadi selama pilpres gak selesai-selesai dan berlarut-larut.
Potensi ngebangun negeri bersama bakalan bisa ilang.

Tapi apa yang kemudian kejadian?

Di luar dugaan banyak pihak, dua kandidat capres yang berseteru kemarin di pilpres tiba-tiba ketemuan 3 hari lalu atau H-3 sebelum pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI.
Mereka “berdamai” dan bersilaturahmi.

Sejujurnya gue sendiri gak pernah sedikitpun meragukan Jokowi sebagai politisi andal yang jago melobby.
Kejutan buat gue adalah ketika Prabowo yang kemudian ternyata mau berbesar hati menerima “perdamaian” itu.

Orang yang selama ini gue anggap sebagai orang yang gak siap kalah dan gak siap move on, ternyata akhirnya berbesar hati demi menurunkan suhu politik.
Bahkan sebagian besar orang menyematkan “gelar” negarawan dan patriot ke dia.

Apapun latar belakangnya gue tetap mensyukuri.
Karena gue tau banget gak gampang buat Prabowo untuk ngelakuin hal itu.
Prosesi pelantikan dan pesta rakyat yang begitu menggetarkan, mengharukan dan bikin kita semua bangga jadi rakyat Indonesia hari ini bener-bener buah dari kebesaran hati-kebesaran hati mereka-mereka yang siap menang dan siap kalah dan cepat move on.

Makanya ngerti kan betapa bangganya punya anak yang masih kecil tapi udah punya mental cepet move on.





Tapi tiba-tiba:
“Pa, kita gak mungkin ya dipinjemin Serena lagi ya?”
“Gak kayaknya, Nai”
“Beli aja deh Pa..”
“Nanti ya kalo ada rejeki…”
“Kapan tuh Pa?”
“Ya gak tau…”
“Coba aja minjem lagiii..”

“Udahlah move onnnnn lahh Naiiiiidari Serenaaaaa….”

---



Detil tentang New Serena bisa diliat di postingan blog temen2 gue yang juga beruntung ngerasain #SerenaExperience:

Miund 
http://miund.com/?p=1710

Henry Manampiring

Atau di web Nissan Indonesia:

Juga bisa dilihat di twitter @nissan_ID tagar #SerenaExperience


7.07.2014

Pilpres 2014: Mau Pilih Jadi Apa Kita?


image via Sarie Febrianne's Path

disclaimer: tulisan ini tidak netral, karena penulis sudah menetapkan pilihannya.
Penulis hanya bermaksud berbagi sedikit kepada teman-teman yang masih tidak tahu harus memilih siapa, soal pertimbangannya dalam menetapkan pilihan.









Kapan terakhir kali lo antusias nonton debat capres?
Kapan terakhir kali Piala Dunia gagal ngerebut perhatian penuh lo?
Kapan terakhir kali, di kafe socialite sampai warung kopi pinggir jalan, kita semua ngobrol penuh semangat soal pilihan capres?
Kapan terakhir kali lo nengok facebook lo sendiri--selain pas update foto traveling dan posting place pas jalan2?

halah nyinyiiiiiir* :))

Kapan lagi lo punya alasan sahih untuk nge-unfriend teman-teman facebook lo yang sebenernya-gak-kenal2-amat-tapi-mau-unfriend-kok-gue-gak-enak-ya

Mwahahahahahahak!

Rasanya nyaris gak pernah itu semua terjadi di zaman dulu.
Sebuah hal baru yang belom pernah kita semua rasain.
Boro-boro pas orde baru,
pas jaman reformasi aja gak pernah tuh kejadian.

Mungkin ini disebut sebagai sebuah “Kegembiraan Politik”.
Mungkin.
Tapi sayangnya buat sebagian orang, milih untuk gak (mau) ikut ngerasain kegembiraan itu.

Karena buat sebagian orang postingan tentang capres hanyalah “copras-capres” yang diributkan oleh segerombolan supporter kampungan – sejenis kayak kampungannya supporter2 klub EPL

*sambil ngaca*

Cuma ribut2 yang bikin berisik dan mengganggu keseruan dia posting makan malamnya.
Mengganggu posting selfienya.
Mengganggu pencarian tas dan sepatu di olshop-nya.
Mengganggu invitation Candy Crush Saga-nya.

Padahal bukan.

Ini adalah kegembiraan politik yang bikin ngiri orang di negara lain.
Bikin ngiri orang2 di Suriah, Libya, dan Mesir. 
Bikin ngiri tetangga-tetangga di Malaysia.
Kegembiraan Demokrasi ini satu2nya yang sampai detik ini gak bakal bisa diklaim sama Malaysia! : ))

Okelah kita udah capek dengan pertarungan argumen soal orang tegas vs orang baik.
Pertarungan argumen + bukti soal penculik pelanggar HAM vs Boneka kurus kerempeng.
Udah males denger itu semua kan?

Tapi coba pikirin bahwa pertarungan antara Prabowo vs Jokowi itu sebenernya adalah pertarungan pembuktian siapa sebenernya jati diri kita.

Iya, kita.
Kita rakyat Indonesia.

Rakyat Indonesia yang katanya udah maju.
Rakyat Indonesia yang ngata2in menkominfonya karena gak ngerti gunanya internet cepat dan seneng ngeblok2 situs yang berguna.
Rakyat Indonesia yang ngabisin sebagian besar waktunya di depan monitor. Monitor HP, komputer maupun monitor TV.

Pertarungan Prabowo vs Jokowi ini adalah pertarungan antara MOBILISASI versus PARTISIPASI.

Pertarungan antara pilihan:

1. Punya jati diri sebagai sekumpulan manusia yang hidupnya harus disuruh-suruh oleh seseorang, supaya mau melakukan sesuatu yang baik.

Atau

2. Punya jati diri sebagai  sekumpulan manusia yang mau ikut berpartisipasi melakukan sesuatu yang baik, dengan kesadaran diri.

Sebagai seorang bapak, gue seneng banget kalo ngeliat anak gue berinisiatif untuk ikutan sebuah hal yang baik tanpa gue suruh. Gak cuman seneng bahkan ada kebanggaan.

Begitu juga kalo ngeliat anak buah di kantor melakukan hal kayak gitu. Karena situasi di mana orang di bawah kita harus nurut sama kita, itu sebenernya bikin dua2nya capek lho.
Kitanya capek, yang di bawah kita juga capek.

HEH PUASA2 JANGAN MIKIR JOROK!

Kita2 yang biasa main social media pasti udah biasa banget sama crowd-wisdom. Rame2, dengan kesadaran diri berpartisipasi jadi watch-dog buat sebuah nilai benar-salah. Kita tolak bentuk superioritas seorang menkominfo yang main blokir sebuah layanan dengan sebuah alasan yang nilai benar/salahnya dia sendiri yang nentuin.

Coba pikir, seinget lo ada gak orang yang pernah nggerakin orang lain berpartisipasi padahal enggak saling kenal. Bergerak buat saling dukung, bahu membahu, bergotong royong dari social media sampai dengan di lapangan, demi satu tujuan?

Prita saat Koin Untuk Prita?
Tapi saat itu bukan soal siapa, melainkan soal mengapa.
Yang didukung waktu itu bukan figur Pritanya tapi kondisi ketidakadilannya.

Bayangin bahwa Jokowi secara gak langsung udah nggerakin partisipasi orang2 yang gak saling kenal.
Gerakin mereka-mereka dalam simpul2 relawan.
Dalam forum2 dan milis-milis.
Dalam whatsapp group, BBM group, dan FBChat Group.

Sampe ada relawan yang secara becanda ngeluh “mulai overdosis WA group neh” : )))

Saling tukar ide, saling tukar isu, saling tukar informasi, dan saling tukar kreativitas pendukung.
Orang-orang yang berpartisipasi ini gak dibayar, gak digaji, gak berkepentingan secara langsung, tapi mereka gerak dengan masif.

Salah satu kulminasinya adalah di Stadion GBK Sabtu kemarin.
Sebuah kegembiraan politik.
Tanpa dibayar.
Semua berpartisipasi.
Siapa di sini yang gak rindu punya pemimpin yang bisa menginspirasi sebegitu banyak orang berpartisipasi tanpa iming2 materi?





Pertarungan Prabowo vs Jokowi adalah sebenernya juga pertarungan antara PESIMISME versus OPTIMISME.

Pertarungan antara pilihan:

1. Jadi sekumpulan manusia yang pesimis bahwa diri mereka bisa berubah sendiri

Atau

2. Jadi sekumpulan manusia yang optimis bahwa yang bisa ngubah mereka ya cuma mereka sendiri.

Orang yang pesimis ngerasa butuh pemimpin yang kuat dan sedikit otoriter. Mereka rindu orde baru yang konon otoriter tapi lebih aman. Mereka ngerasa capek sama rezim SBY yang penuh ketidakpastian karena pemimpinnya ragu-ragu. Mereka adalah orang yang punya romantisme masa lalu, karena udah sering banget dikecewain sebelom-sebelomnya.

Sementara orang yang optimis ngerasa butuh pemimpin yang bisa memberdayakan rakyatnya bareng-bareng.  Mereka rindu pemimpin yang belom pernah dipunyai. Mereka percaya masih ada pemimpin baru di luar sana, bukan lagi sisaan orang2 lama dari rezim2 sebelumnya.

Orang yang pesimis ngerasa butuh polisi buat siap di semua titik jalan untuk nilang semua motor yang ngelawan arus, naik trotoar, atau mobil nerobos busway.

Sementara orang yang optimis ngerasa cuma butuh satu contact poin polisi, supaya dia bisa memberdayakan diri sendiri buat motret no polisi motor2 dan mobil2 yang ngelanggar itu buat ditindaklanjutin.

Orang yang pesimis ngerasa bahwa udah gak ada yang bisa menyelamatkan mental2 orang Indonesia yang semacam itu. “Susah deh Melayu…” “Indonesia banget dah”

Sementara orang yang optimis percaya kalo masih lebih banyak orang yang bener daripada orang yang ngawur. Makanya mereka juga percaya bahwa kalo semua orang bener itu lalu bersatu ngoreksi yang ngawur, itu bakal jauh lebih powerful daripada seorang polisi.

berapa sik jumlah petugas polisi dibanding jumlah manusia yang mau diatur?

Hari ini laporan muncul di mana-mana soal lonjakan antusiasme pemilih di luar negeri yang pemilihannya lebih dahulu daripada kita-kita yang di dalam negeri. Jauh di atas pileg kemaren atau pilpres-pilpres sebelumnya. Ada yang antri berjam-jam karena antrian mengular ratusan meter, malah sampe ada yang agak ricuh karena gak bisa ikut nyoblos.
Lagi-lagi bukti sebuah kegembiraan politik.
Lagi-lagi bukti betapa setiap orang mau ikut memberdayakan diri.

Tinggal sekarang kita yang di dalam negeri memilih tgl 9 Juli nanti.
Mau jadi bangsa yang pesimis dan maunya dimobilisasi?
Atau jadi bangsa yang optimis yang percaya kekuatan partisipasi?

Apapun pilihannya, gue bangga jadi saksi sejarah pilpres paling menggembirakan dan paling seru sepanjang sejarah Republik Indonesia.

Apapun pilihan kita, mari bersama mendoakan tetap seperti ini sampai seterusnya.

MERDEKA!  *tinju ke udara*

*pelan2 buka telunjuk dan jari tengah bersamaan*


---





"Tak sebilah pedang yang tajam dapat palingkan daku darimu
Kusingsingkan lengan, rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas"

- Kebyar-Kebyar  ~ Gombloh (1979)


060714
Kamar Kruntelan Kebagusan.
Mental. Menang. Total.


4.08.2014

Kesempatan Balas Dendam Itu Tiba

 
Pernah gak sik lo sebel banget abis beli produk apa gitu,
atau nongkrong di resto mana,
ternyata produk atau layanannya jelek banget, sampe saking sebelnya lo bersumpah gak akan beli atau dateng ke tempat itu lagi?

Gue sik sering.
Meski sering juga abis itu melunak seiring dengan waktu.
Hahaha…

Rasa-rasanya, pasti banyak bangetlah yang begitu.
Gue sering banget kok baca tweet di TL


“CAFÉ XXX SUCKS!!!!”
“XXX IS A LOUSY PLACE!!!”
dan tweet2 semacamnya yang menunjukkan protes, yang bahkan kadang ya berujung boikot.

Enak kan era social media?
Dikit-dikit komplen,
dikit-dikit minta dukung  temen-temen follower.
Kalo perlu, tweet dari followers yang dukung boikot di-RT2-in.
hahaha…

Beruntunglah kita kalo brand owner atau pemilik resto menanggapi komplen kita. Entah karena takut makin dibully, takut gak laku, atau memang sesimpel mereka punya prinsip Pelanggan adalah Raja.

Bayangin jaman belom ada socmed, satu2nya penyaluran komplen yang efektif jangan2 ya cuman surat pembaca di koran.
Itu aja antri banget --bahkan belom tentu dimuat.

Gue sendiri beberapa kali melakukan komplen di resto atau boikot produk tertentu karena beberapa alasan.
Kalo lagi rajin, bahkan gue juga suka ngompor2in ke temen gue --dengan harapan mereka ikutan boikot.
Kalo mereka terpengaruh ya syukur, kalo pun enggak ya gak papa. Tetep ada kepuasaan tersendiri aja.
Hahaha

Apalagi kalo kemudian gue secara “over-acting” sengaja membeli produk atau layanan kompetitornya.
Kayak ada kepuasan sendiri gituh.
“Mamam noh, duit gue sekarang buat kompetitor lo!”
Hahaha…

OK.
Melenceng dikit yak.
Tebak2an.

Komplen, komplen apa yang paling rame di twitter!?

Yak betul!
Komplen tentang negara, aparat, pemerintahan, politikus, anggota dewan, birokrat, teknokrat dan sejenisnya.
Entah kenapa komplen tentang ini tuh permanen banget.
Biasanya emang dipicu sama berita di media-media mainstream sik.
Baik TV, Print, Radio, maupun Online.

Kadang kita ikut sebel, ikut marah-marah, ikut komplen.
Kadang kita juga ikut lelah karena ya kayak marahin tembok aja.
Bahkan lama2 mungkin gerah dan apatis, liat orang-orang yang masih marah-marah dan komplen.

“Ngapainnnn sik loooo, menuh2in TL gue sama omelan, gak bakal didenger jugaaakkk. 
Gak bakal berubah jugaaaakk”

Mulai dari anggota Dewan yang nonton bokeplah, yang tidur mangaplah, yang asal njeplaklah, menteri ngupillah, menteri gak bisa nyanyi Indonesia Rayalah (eh itu orangnya sama ding ya? :p), pembubaran diskusi agamalah, pembubaran tempat ibadah agama minoritaslah, dll.

Semua diomelin.
Semua dicaci maki.
Semua dimensyen, bahkan diajak tweetwar –kalo perlu.
Semua.

Dulu banget gue pernah sekantor dengan temen yang sehari-hari isinya ngeluh tentang kliennya, komplen tentang load kerjaan, dan ngedumel soal gaji yang underpaid dan lain-lain.

Kalo cuman ngedumel sik gak papa, tapi kan kadang jadi pengaruh ke kerjaan juga.

Berkali-kali ditawarin pindah kagak mau.
Diajakin ngerjain inisiatif-inisiatif ad buat award juga kagak mau.
Diajak kerja hore-hore juga tetep komplen.

Apa mereka-mereka yang “tukang komplen” begini itu salah?
Ya enggak sik, congor2 mereka, suka2 merekalah komplen.

TAPI KAN MASUK KE KUPING GUE JUGA DAN LAMA2 BEGAH!

Ya nasib lo, temenan sama dia hahaha!!
*unshare* *unfriend* *unfollow*

Kembali ke soal boikot.
Kita beruntung bisa boikot produk atau brand secara langsung.
Langsung itu artinya lo bisa lakukan saat itu juga.
Kita bisa berenti beli sekarang dan bisa langsung cari penggantinya.
Atau bahkan kayak gue, yg kemudian sengaja cari pengganti yang adalah kompetitornya-- biar dendam terbalaskan!
Hahaha!!

Tapi kalo yang lo komplenin anggota DPR atau Presiden yang gantinya tiap 5 tahun? (kecuali kena Pergantian Antar Waktu, mokat, atau kena kasus)

Lo gak bisa  saat itu juga boikot.
Lo gak bisa saat itu juga banting setir ke “kompetitor”.
Lo gak bisa bales dendam senikmat kita balas dendam dengan boikot produk.
Lo akan menghabiskan bertahun-tahun ke depan lagi dengan hidup penuh omelan, makian dan cacian.
*kesehatanmu lho...*

Makanya gue besok2 ini niat ke TPS bukan karena apa2…

Peduli setan sama debat gak abis2 soal golput versi hak vs kewajiban.
Peduli setan sama debat golput bawa2 bayar pajak dan status kewarganegaraan.
Peduli setan sama orang2 yg males ngubah nasibnya tapi ngeluh berkepanjangan.

Gue cuman mau bales dendam!

Gue mau ganti itu semua anggota DPR petahana  yang tukang bolos, tukang boros, tukang tidur, tukang nonton bokep.
Gue mau ganti itu semua menteri-menteri kampret yang kagak kerja yang cuma koar2 jilat2 pantat presidennya yang bingung mau mutusin apa.

5 tahun nyeeeeettttt!
Kagak mau gue, nunggu 5 tahun lagi!

OK, SAPAAAA YANG MAU IKUT GUEEEEEEE?

*tinju ke udara*


  ---




"we're happy, free, confused, and lonely at the same time"


- 22 ~ Taylor Swift (2013)


080414
Ruang Kerja Berjamaah NRD-RDO
Golmut. Golput. Golcrut. 


Inspired by @BudiSetyarso ‘s tweet ]